Lompat ke isi

Diplomasi budaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Diplomasi Budaya (cultural diplomacy dalam bahasa Inggris) adalah bagian dari diplomasi publik dengan cara memperkenalkan kebudayaan negara tertentu kepada negara lain untuk membangun rasa saling percaya dan saling kenal satu sama lain.[1] Diplomasi jenis ini mengedepankan penggunaan kekuasaan lunak dalam mencapai kepentingan nasionalnya dalam perpolitikan internasional. Diplomasi Budaya biasanya dilakukan melalui media hiburan seperti musik, film, festival, dan sastra. Diplomasi Budaya juga dilakukan dengan media pendidikan semisal pelatihan bahasa asing dan program pertukaran pelajar. Ajang olahraga internasional seperti Olimpiade, dan Piala Dunia selalu menjadi media diplomasi budaya oleh negara tuan rumah.

Tujuan Diplomasi Budaya

[sunting | sunting sumber]

Diplomasi Budaya bertujuan untuk membangun identitas nasional di mata negara-negara lain yang akan akan mempermudah negara tersebut untuk menjalin kerjasama luar negeri. Diplomasi Budaya semakin banyak digunakan setelah berakhirnya Perang Dunia II karena negara-negara yang ikut serta dalam perang ingin memperbaiki citra mereka di hadapan publik internasional. Misalnya adalah Jepang, negara ini memperkenalkan kebudayaan mereka melalui film, musik, manga, dan anime agar mengganti citra Jepang yang sebelumnya identik dengan kekerasan menjadi masyarakat yang disiplin, sopan dan berbudaya. Diplomasi publik dengan menggunakan kekuasaan lunak seperti budaya juga diklaim dapat membangun stabilitas keamanan global karena diplomasi seperti ini tidak menggunakan kekerasan.[2]

Alat Diplomasi Budaya

[sunting | sunting sumber]

Diplomasi Budaya menggunakan media yang identik dengan indentitas masyarakat suatu negara meliputi:

  • Hasil karya seni meliputi film, tari, musik, lukisan, patung, dll.
  • Acara pameran yang memuat promosi dan memamerkan berbagai hasil karya seni
  • Program beasiswa pendidikan dan pelatihan bahasa untuk warga negara asing.
  • Program pertukaran pelajar
  • Pendirian perpustakaan di luar negeri dan penerjemahan karya sastra nasional
  • Penyiaran program berita dan budaya
  • Hadiah dari suatu negara ke negara lain untuk menunjukkan rasa hormat
  • Diplomasi agama, termasuk dialog antar agama
  • Sosialisasi ideologi dan kebijakan sosial ke negara lain

Sejarah Diplomasi Budaya

[sunting | sunting sumber]

Pada era pra-modern, diplomasi budaya banyak dilakukan oleh kalangan pedagang. Pedagang dari wilayah yang berbeda saling berinteraksi dan terkadang saling bertukar cinderamata satu sama lain. Diplomasi budaya masa ini didukung dengan adanya Jalur Sutera yang menghubungkan pedagang dari Asia Timur dengan pedagang asal Eropa dan Timur Tengah.[3] Diplomasi Budaya tercatat pertama kali digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional adalah ketika Kekaisaran Bizantium menyebarkan agama Kristen untuk memperluas pengaruhnya di wilayah lain.[4]

Pada masa kekhalifahan Harun Ar- Rasyid, hubungan antara diDinasti Abbasyiah dengan kekaisaran Romawi diwarnai dengan saling tukar cinderamata. Harun Ar-Rasyid menghadiahi Charlemagne kain sutra, lilin kuningan, parfum, balsam, catur gading, tenda kolosal dengan tirai berwarna, dan jam air. Hadiah-hadiah tersebut memengaruhi corak seni Carolingian.

Pada masa Perang Dingin, diplomasi budaya digunakan untuk menyebarkan ideologi yang dianut oleh kedua kubu yang saling bersiteru yang terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat memperkuat hegemoninya dengan menyebarkan ideologi Liberlaisme sedangkan Blok Timur menyebarkan ideologi Komunisme.[5] Berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet menyebabkan keadaan politik global yang sebelumnya bipolar menjadi multipolar.

Pada masa sekarang, umunya diplomasi budaya hanya digunakan promosi pariwisata dan penguatan hubungan antar negara.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Waller, Michael J. (2009). Strategic Influence:Public Diplomacy, Counterpropaganda,and Political Warfare. Washington DC: Crossbow Press. hlm. 74. ISBN ISBN-13: 978-0-9792-2364-8 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  2. ^ "Institute for Cultural Diplomacy". www.culturaldiplomacy.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-10-22. 
  3. ^ Gischa, Serafica (2020-01-15). Gischa, Serafica, ed. "Jalur Sutera: Sejarah dan Posisi Indonesia". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-10-22. 
  4. ^ Pajtinka, Erik (2014). "Cultural diplomacy in theory and practice of contemporary international relations". Politické vedy. 17 (4): 96. 
  5. ^ Francis, Sempa (2017). Geopolitics: From the Gold War to the 21st Century. New York: Routledge. ISBN 9780203790816.